Jumat, 18 Januari 2013

Menembus Ruang dan Waktu



Ruang itu dapat dimisalkan sebagai dimensi satu, dimensi dua, dimensi tiga seperti di dalam matematika. Dimensi, material, formal, normatif, dan spritual juga adalah ruang. Tua muda, suami istri juga merupakan ruang. Maka yang ada dan yang mungkin ada mempunyai dimensi ruang. Berfilsafat itu harus mempunyai keterampilan menembus ruang-ruang yang ada kalau tidak fisikku maka formalku. Jika dalam menembus, dikenalnya diri di kampung adalah formal. Waktu ada tiga macam menurut Kant, yaitu waktu kerurutan, berkelanjutan dan bersatuan. Untuk bisa memahami ruang kita gunakan waktu, untuk bisa memahami waktu kita gunakan ruang.

Menembus ruang dan waktu tidak ada subjeknya maka apabila kita beri siapa yang akan menembus ruang dan waktu maka akan menjadi lebih rinci lagi. Ternyata manusia mempunyai dimensi yang lengkap, yaitu dimensi material, formal, normatif dan spritual. Dan karakter menembus ruang dan waktu ternyata mempunyai karakter yang berbeda, secara material misalnya kita terjun payung maka kita berpindah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, secara formal misalnya kenaikan pangkat, secara normatif misalnya pikiranku bisa menembus ruang dan waktu dengan sekejap pikiranku bisa sampai dengan cepat di London, Tokyo dsb, apalagi secara spritual karena hukumnya doa lebih cepat dari pikiran. Menembus ruang dan waktu adalah apa dan siapa apakah dengan sadar atau tidak sadar.

Secara normatif bagaimana kita menembus ruang dan waktu? Ada metodologinya, yaitu: pemahaman kita akan fenomenologi (didalamnya memuat ruang dan waktu) dan pemahaman fondalisme atau anti fondalisme (intuisi). Femonolgi tokohnya Husserl, di dalam femonolgi apapun nantinya diterapkan dalam matematika karena hubungannya sangat dekat. Di dalam femonologi tersebut ada dua macam: idealisasi dan abstraksi. Idealisasi adalah menganggap  sempurna sifat yang ada, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Abstraksi adalah kodrat, dipilih atau memilih, atau kegiatan mereduksi (reduksionisme). Hakekatnya manusia itu reduksionis, dimana kita akan mati saja sudah ditentukan. Lahir dan mati bagaikan fungsi korespodensi satu-satu, manusia yang lahir pasti akan mati. Tidak ada manusia yang lahir sekali tapi dalam hidupnya bisa mati sampai lima kali. Hidup juga kontradiksi, karena pada saat kita bersifat reduksi maka disaat yang sama kita bersifat melengkapi. Manusia berusaha untuk melengkapi hidupnya, ilmunya, keluarganya, inilah sebenar-benarnya kita bersifat kontradiksi. Husserl merasa untuk membuat rumah yang dinamakan rumah epoke. Ialah rumah untuk tempat bagi semua yang tidak aku pikirkan, di penjarakan di dalam rumah ini. Inilah filsafat, terdapat rumah pikiran bukan secara formal. Jadi yang tidak dipikirkan itu adalah sulit, karena apa yang kita bicarakan maka menjadi subjek yang kita pikirkan dan tidak bisa disimpan dalam epoke. Yang bisa dimpan di epoke adalah yang tidak kita pikirkan atau kita abaikan. Manusia tidak bebas dari idealisasi dan abstraksi karena tanpa keduanya manusia tidak akan bisa hdup. Ketika kita berdoa maka pusatkan pikiran kita. Penggunaan epoke terdapat material formal yang ada yang diperlukan. Jika kita ingin membangun matematika, kita harus melengkapi ilmu-ilmu yang lain. Jika kita belajar segitiga hanya fokus terhadap bentuk dan pikiran. Maka yang kita pelajari adalah yang ada dann yang mungkin ada. Kita terapkan rumah epoke kedalam kehidupan sehari-hari, cowok cewek berteman dan kemudian jadian, sesaat setelahnya sudah harus pandai-pandai untuk memasukkan ketertarikan dengan yang lainnya ke dalam rumah epoke. Istrimu adalah dirimu yang lain, suamimu adalah dirimu yg lain. Supaya kita terampil menembus ruang dan waktu, maka kita perlu pintar-pintar untuk menggunakan rumah epoke.

Pengertian dari the fondasionalism dan anti fondasionalism. Contoh yang paling penting dalam matematika adalah kaum formalism (Hilbert). Barang siapa yang menetetapkan permulaan percaya adanya permulaan, maka dia adalah kaum pondasionalism, karena percaya akan adanya kausa prima. Sebab dari segala sebab adalah kausa prima bagi seorang spiritualis. Membangun rumah tangga dengan pondasi ijab qobul. Kesombongan dari sebuah fondasionalism dapat membuat orang menjadi berantakan. Dalam matematika terdapat suatu pondasionalism, karena di dalam matematika terdapat suatu definisi. Sejak kapan kita bisa membedakan antara tinggi dan rendah, sejak kapan kita bisa membedakan antara jauh dan dekat. Itulah yang dinamakan intuisi. Kalo anda tidak bisa menentukan suatu permulaan, itulah juga intuisi. Tidak perlu kita membicarakan definisi mengenai jauh atau dekat. Manusia mempunyai kemampuan qualitatif dan quantitatif. Banyak sekali penggunaan matematika yang diajarkan secara formal menurut fondasionalism, sehingga merusak intuisi matematika. Maka kita sebagai calon guru di harapkan untuk bisa mengantarkan kembali intuisi-intuisi yang ada kepada murid-murid kita

Tidak ada komentar: