Ruang itu dapat
dimisalkan sebagai dimensi satu, dimensi dua, dimensi tiga seperti di dalam
matematika. Dimensi, material, formal, normatif, dan spritual juga adalah
ruang. Tua muda, suami istri juga merupakan ruang. Maka yang ada dan yang
mungkin ada mempunyai dimensi ruang. Berfilsafat itu harus mempunyai keterampilan menembus
ruang-ruang yang ada kalau tidak fisikku maka formalku. Jika dalam menembus,
dikenalnya diri di kampung adalah formal. Waktu ada tiga macam menurut Kant,
yaitu waktu kerurutan, berkelanjutan dan bersatuan. Untuk bisa memahami ruang
kita gunakan waktu, untuk bisa memahami waktu kita gunakan ruang.
Menembus ruang
dan waktu tidak ada subjeknya maka apabila kita beri siapa yang akan menembus
ruang dan waktu maka akan menjadi lebih rinci lagi. Ternyata manusia mempunyai
dimensi yang lengkap, yaitu dimensi material, formal, normatif dan spritual.
Dan karakter menembus ruang dan waktu ternyata mempunyai karakter yang berbeda,
secara material misalnya kita terjun payung maka kita berpindah dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah, secara formal misalnya kenaikan pangkat, secara normatif
misalnya pikiranku bisa menembus ruang dan waktu dengan sekejap pikiranku bisa sampai
dengan cepat di London, Tokyo dsb, apalagi secara spritual karena hukumnya doa
lebih cepat dari pikiran. Menembus ruang dan waktu adalah apa dan siapa apakah dengan
sadar atau tidak sadar.
Secara normatif
bagaimana kita menembus ruang dan waktu? Ada metodologinya, yaitu: pemahaman
kita akan fenomenologi (didalamnya memuat ruang dan waktu) dan pemahaman
fondalisme atau anti fondalisme (intuisi). Femonolgi tokohnya Husserl, di dalam
femonolgi apapun nantinya diterapkan dalam matematika karena hubungannya sangat
dekat. Di dalam femonologi tersebut ada dua macam: idealisasi dan abstraksi.
Idealisasi adalah menganggap sempurna
sifat yang ada, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Abstraksi adalah
kodrat, dipilih atau memilih, atau kegiatan mereduksi (reduksionisme).
Hakekatnya manusia itu reduksionis, dimana kita akan mati saja sudah
ditentukan. Lahir dan mati bagaikan fungsi korespodensi satu-satu, manusia yang
lahir pasti akan mati. Tidak ada manusia yang lahir sekali tapi dalam hidupnya
bisa mati sampai lima kali. Hidup juga kontradiksi, karena pada saat kita
bersifat reduksi maka disaat yang sama kita bersifat melengkapi. Manusia
berusaha untuk melengkapi hidupnya, ilmunya, keluarganya, inilah
sebenar-benarnya kita bersifat kontradiksi. Husserl merasa untuk membuat rumah
yang dinamakan rumah epoke. Ialah rumah untuk tempat bagi semua yang tidak aku
pikirkan, di penjarakan di dalam rumah ini. Inilah filsafat, terdapat rumah
pikiran bukan secara formal. Jadi yang tidak dipikirkan itu adalah sulit, karena
apa yang kita bicarakan maka menjadi subjek yang kita pikirkan dan tidak bisa
disimpan dalam epoke. Yang bisa dimpan di epoke adalah yang tidak kita pikirkan
atau kita abaikan. Manusia tidak bebas dari idealisasi dan abstraksi karena
tanpa keduanya manusia tidak akan bisa hdup. Ketika kita berdoa maka pusatkan
pikiran kita. Penggunaan epoke terdapat material formal yang ada yang
diperlukan. Jika kita ingin membangun matematika, kita harus melengkapi
ilmu-ilmu yang lain. Jika kita belajar segitiga hanya fokus terhadap bentuk dan
pikiran. Maka yang kita pelajari adalah yang ada dann yang mungkin ada. Kita
terapkan rumah epoke kedalam kehidupan sehari-hari, cowok cewek berteman dan
kemudian jadian, sesaat setelahnya sudah harus pandai-pandai untuk memasukkan
ketertarikan dengan yang lainnya ke dalam rumah epoke. Istrimu adalah dirimu
yang lain, suamimu adalah dirimu yg lain. Supaya kita terampil menembus ruang
dan waktu, maka kita perlu pintar-pintar untuk menggunakan rumah epoke.
Pengertian dari the fondasionalism dan
anti fondasionalism. Contoh yang paling penting dalam matematika adalah kaum
formalism (Hilbert). Barang siapa yang menetetapkan permulaan percaya adanya
permulaan, maka dia adalah kaum pondasionalism, karena percaya akan adanya
kausa prima. Sebab dari segala sebab adalah kausa prima bagi seorang
spiritualis. Membangun rumah tangga dengan pondasi ijab qobul. Kesombongan dari
sebuah fondasionalism dapat membuat orang menjadi berantakan. Dalam matematika
terdapat suatu pondasionalism, karena di dalam matematika terdapat suatu
definisi. Sejak
kapan kita bisa membedakan antara tinggi dan rendah, sejak kapan kita bisa
membedakan antara jauh dan dekat. Itulah yang dinamakan intuisi. Kalo anda
tidak bisa menentukan suatu permulaan, itulah juga intuisi. Tidak perlu kita
membicarakan definisi mengenai jauh atau dekat. Manusia mempunyai kemampuan
qualitatif dan quantitatif. Banyak sekali penggunaan matematika yang diajarkan
secara formal menurut fondasionalism, sehingga merusak intuisi matematika. Maka
kita sebagai calon guru di harapkan untuk bisa mengantarkan kembali
intuisi-intuisi yang ada kepada murid-murid kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar